Bogor | VoA – Pembina Wartawan Republik Indonesia (PWRI) Bogor Raya, H. Rizkan, mengambil peran kritis dalam mengulas proyek pembangunan Hotel Sayaga, yang menjadi sorotan di Kabupaten Bogor. Hotel yang dikelola oleh PT. Sayaga Wisata, sebuah Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), tampaknya menemui kendala serius yang mengancam keberlanjutan proyek tersebut.
Perhatian tertuju pada pernyataan Direktur Utama PT. Sayaga, Supriyadi Jufri, yang menyebutkan bahwa proyek Hotel Sayaga memerlukan tambahan dana sebesar Rp. 15 miliar untuk beroperasi sepenuhnya. Padahal, proyek ini telah menghabiskan dana sekitar Rp. 189 miliar dari berbagai tahap pendanaan melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
“Angka 189 M dan 15 M tersebut sangat fantastis jika dijumlahkan menjadi 204 M. Dengan jumlah tersebut, kita bisa membeli dua hotel berbintang di daerah Kuta Bali yang sudah beroperasi, tanpa harus membangun dari awal,” ujar H. Rizkan, Rabu (07/02/2024).
Pendapat tersebut menciptakan keheranan di kalangan masyarakat Bogor, terutama para pembayar pajak yang berharap agar anggaran yang mereka keluarkan dapat digunakan untuk kesejahteraan rakyat. Hal ini mendorong spekulasi bahwa pembangunan Hotel Sayaga berpotensi menimbulkan kerugian negara.
H. Rizkan juga mengungkapkan keraguan terhadap efektivitas Tim Evaluasi Pembangunan Hotel Sayaga yang akan dibentuk oleh Penjabat (Pj.) Bupati Bogor. Ia menyoroti fakta bahwa Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Bogor akan memimpin tim tersebut, sementara memiliki kedudukan sebagai Kuasa Pengguna Saham PT. Sayaga.
“Keberlanjutan Hotel Sayaga membutuhkan langkah yang terukur. Pj. Bupati Bogor dan DPRD Bogor harus segera membubarkan Tim Evaluasi yang dipimpin oleh Sekda Kabupaten Bogor, dan membentuk Tim Independen. Auditor profesional dan independen juga diperlukan untuk menyelidiki aset dan nilai pembangunan Hotel Sayaga secara transparan,” ungkapnya.
H. Rizkan menekankan bahwa pemegang kuasa saham harus bertanggung jawab atas penggunaan anggaran APBD sebesar 189 M dan memberikan penjelasan kepada masyarakat mengenai alasan hotel tersebut mangkrak. Ia menandaskan perlunya menemukan akar permasalahan sebelum mempertimbangkan kelanjutan proyek Hotel Sayaga.
“Dengan menyelesaikan pokok persoalan dan menentukan pihak yang harus bertanggung jawab, kita baru dapat mempertimbangkan apakah pembangunan Hotel Sayaga layak diteruskan atau tidak,” pungkas H. Rizkan. (LH)