Depok | VoA – Kepala BPN Kota Depok, Indra Gunawan, menegaskan pentingnya segera meningkatkan status kepemilikan tanah menjadi Sertifikat Hak Milik (SHM).
“Kunci utama untuk melindungi aset masyarakat adalah dengan meningkatkan status kepemilikan menjadi SHM,” ujar Indra di kutip, Jumat (13/09/2024)
Indra juga menyoroti risiko yang dihadapi oleh masyarakat jika tetap bergantung pada dokumen tanah tradisional. Selain rentan terhadap sengketa, dokumen-dokumen seperti Leter C atau girik dapat diduplikasi oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab, membuat tanah masyarakat berisiko diambil alih secara ilegal.
“Pemerintah terus berupaya melindungi hak masyarakat dari ancaman mafia tanah. Penerapan SHM adalah langkah penting dalam memastikan bahwa kepemilikan tanah masyarakat diakui secara sah dan dilindungi oleh hukum,” jelasnya.
Sejak diterbitkannya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria, SHM telah diakui sebagai bukti kepemilikan tanah yang sah. Ketentuan ini semakin diperkuat oleh Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah serta Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.
Ditambahkan Indra Gunawan, saat ini Pemerintah melalui Kementerian ATR/BPN sudah menerapkan sertifikat elektronik sebagai upaya mengamankan aset milik masyarakat.
Sertifikat elektronik ini diharapkan dapat mengurangi risiko pemalsuan dan meningkatkan keamanan kepemilikan tanah.
“Sekali lagi, kami mengimbau kepada masyarakat, segera tingkatkan status dokumen kepemilikan tanah ke sertifikat,” jelas Indra Gunawan.
Menanggapi rumor yang beredar bahwa pada tahun 2026, dokumen-dokumen tradisional seperti Leter C, Petuk Pajak Bumi/Landrente, girik, pipil, kekitir, dan Verponding Indonesia diprediksi tidak lagi berlaku sebagai bukti kepemilikan tanah.
Kepala Seksi Penetapan Hak dan Pendaftaran, BPN Kota Depok, Dindin Saripudin, menyampaikan bahwa dokumen-dokumen tanah tradisional hanya akan dianggap sebagai petunjuk pendaftaran tanah dan tidak lagi sah sebagai alat bukti kepemilikan.
“Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 2021, dokumen tanah adat seperti girik, pipil, dan Verponding Indonesia dinyatakan tidak berlaku sebagai alat bukti kepemilikan. Dokumen tersebut hanya akan berfungsi sebagai petunjuk dalam proses pendaftaran tanah,” ujar Dindin pada Rabu, 11 Oktober 2024.
Dindin juga menjelaskan bahwa masyarakat bisa merujuk pada Peraturan Menteri ATR/BPN RI Nomor 16 Tahun 2021 untuk mendapatkan informasi lebih detail mengenai mekanisme pendaftaran tanah adat.
Ia menegaskan bahwa tanah adat tetap dapat didaftarkan melalui mekanisme pengakuan hak, asalkan pemilik memenuhi syarat yang diatur dalam pasal 76 A ayat 4 dari peraturan tersebut. (ed)