Depok | VoA – Kota Depok, salah satu penyangga utama ibu kota, semakin hari semakin terhimpit oleh kompleksitas permasalahan perkotaan. Salah satu keluhan utama yang dirasakan warga setiap hari adalah kemacetan, khususnya di sepanjang Jalan Raya Sawangan.
Jalan yang sempit ini kerap menjadi biang keladi kemacetan parah yang melumpuhkan aktivitas warga, menambah beban kehidupan sehari-hari.
Namun, belakangan ini perhatian masyarakat juga tertuju pada proyek baru di Kecamatan Sawangan-Bojongsari yakni Alun-Alun Barat (Albar), yang diresmikan oleh Wali Kota Depok, Mochammad Idris.
Alun-alun ini diharapkan menjadi pusat rekreasi dan ruang terbuka hijau bagi warga, tetapi kemunculannya justru memicu perdebatan sengit terkait prioritas pembangunan di kota ini.
Alun-Alun vs Infrastruktur Jalan, Apa yang Lebih Mendesak?
Di tengah harapan akan hadirnya ruang publik baru, sejumlah warga merasa bahwa fokus pembangunan kota seharusnya diarahkan terlebih dahulu pada perbaikan dan pelebaran jalan, bukan membangun alun-alun. Bakal calon Wali Kota Depok, Supian Suri, turut angkat bicara mengenai polemik ini.
“Alun-alun memang penting sebagai fasilitas publik, tapi yang lebih mendesak adalah memperlebar jalan. Jalan yang lancar akan memudahkan mobilitas warga, dan ini harus menjadi prioritas sebelum pembangunan fasilitas publik lainnya,” ujarnya usai menghadiri sebuah diskusi kebangsaan bersama Relawan Kristiani Supian Suri (RKS) di Depok, Jumat (20/09/2024).
Supian menegaskan bahwa kebijakan ini selaras dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Depok 2006-2025 yang seharusnya menjadi panduan dalam menentukan langkah pembangunan.
“Prioritasnya adalah jalan, sesuai dengan amanah RPJMD Depok 2006-2025, yang seharusnya menjadi pedoman pembangunan kota,” ungkapnya.
Namun polemik seputar Alun-Alun Barat tidak hanya berkisar pada prioritas pembangunan, tetapi juga menyangkut sengketa lahan yang membayangi proyek tersebut.
Hj. Ida Farida, seorang warga Sawangan, menegaskan melalui laporannya ke Mabes Polri bahwa tanah seluas 91 hektar yang diantaranya menjadi lokasi pembangunan alun-alun masih dalam sengketa.
“Tanah yang kini digunakan untuk Alun-Alun Bojongsari masih menjadi bagian dari perkara hukum yang tengah berjalan,” ujarnya.
Ida juga mengungkapkan keheranannya atas pengesahan pembangunan di lahan yang statusnya belum jelas.
“Saya bingung, kok bisa lahan yang masih disengketakan sudah dianggap menjadi aset Pemkot Depok?” tuturnya.
Ia menambahkan bahwa dua camat dan lurah setempat telah dipanggil Mabes Polri untuk dimintai keterangan terkait sengketa ini, bahkan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Depok juga turut dimintai klarifikasi.
Menanggapi isu sengketa lahan ini, Supian Suri menekankan pentingnya dialog antara pemerintah dan masyarakat.
“Setiap masalah pasti ada solusinya. Pemerintah harus duduk bersama warga, mencari jalan keluar yang adil bagi semua pihak yang terlibat. Meskipun bangunan sudah berdiri, tidak berarti permasalahan hukumnya bisa diabaikan,” tegasnya. (ed)