Tangerang | VoA – Sorotan tajam tertuju pada pengelolaan dana desa di Desa Gandaria, Kecamatan Mekar Baru, Kabupaten Tangerang. Anggaran dana desa sebesar Rp 493 juta yang dialokasikan untuk pembangunan taman wisata desa kini menjadi perbincangan hangat. Publik mempertanyakan apakah penggunaan dana yang begitu besar sesuai dengan hasil yang terlihat di lapangan.
Kepala Desa Gandaria, Ridwan, saat dikonfirmasi oleh awak media bersama sejumlah pihak, seperti Sekcam Mekar Baru, pendamping desa, dan Kasi PIL Sukanta, mengakui bahwa dana tersebut telah dicairkan dalam dua tahap. Pada 2022 sebesar Rp 290 juta, dan pada 2023 sebesar Rp 203 juta.
“Memang benar dana tersebut dialokasikan untuk pembangunan wisata milik desa. Namun, proses pembangunan masih berjalan,” ungkap Ridwan, Rabu (21/11/2024).
Herlan, seorang aktivis muda dari Pagenjahan, mempertanyakan efektivitas penggunaan dana yang hampir mencapai setengah miliar rupiah. Ia merasa tidak masuk akal jika dana sebesar itu hanya digunakan untuk mengurug tanah.
“Masa cuma untuk pengurugan sawah dengan lahan yang tidak begitu luas, anggarannya bisa mencapai hampir Rp 500 juta? Ini jelas janggal,” tegas Herlan.
Ia juga mengkritisi peran Badan Permusyawaratan Desa (BPD), yang seharusnya menjalankan fungsi pengawasan dan legislasi terhadap penggunaan anggaran desa. Menurutnya, BPD memiliki tanggung jawab besar untuk memastikan bahwa alokasi dana desa digunakan secara tepat dan transparan.
Herlan menekankan bahwa BPD berperan penting dalam menyusun dan mengawasi program pembangunan desa. Selain itu, kompetensi anggota BPD menjadi kunci agar perencanaan pembangunan berjalan efektif dan tepat sasaran.
“BPD adalah wakil masyarakat desa. Mereka seharusnya memahami kondisi dan kebutuhan desa melalui musyawarah perencanaan pembangunan desa (Musrenbangdes). Dengan kompetensi yang memadai, anggota BPD bisa memastikan anggaran desa digunakan dengan bijak,” jelasnya.
Ia juga berharap BPD Desa Gandaria segera menindaklanjuti laporan dan memeriksa ulang penggunaan dana desa yang telah dikucurkan.
“Kami tidak ingin muncul dugaan negatif terhadap BPD. Jangan sampai ada celah penyalahgunaan dana desa. Tim kami akan terus mengawal kasus ini dan mempertanyakan langsung kepada dinas terkait,” tegas Herlan.
Dengan dana sebesar Rp 493 juta, hasil pembangunan yang terlihat hingga saat ini hanya berupa pengurugan tanah dan kolam lele. Kondisi ini menimbulkan kekecewaan sekaligus kecurigaan di kalangan masyarakat. Warga dan berbagai pihak berharap agar penggunaan dana desa diaudit secara terbuka. (SP)