Denpasar | VoA – Denpasar kembali menjadi panggung bagi inovasi seni dan aksi sosial dalam ILUNI UI Movie Award Competition (IMAC) 2025, sebuah festival film pendek yang memadukan kekuatan visual dengan pesan berdaya ubah. Dengan mengusung tema Green Diffraction, acara ini sukses menyedot perhatian para sineas muda, pecinta lingkungan, dan masyarakat luas.
Bertempat di Red Room, Gedung Latta Mahosadhi, festival ini tidak hanya menyuguhkan pemutaran karya-karya film pendek terbaik, tetapi juga menciptakan ruang dialog kreatif yang kaya inspirasi. Festival ini menjadi wujud nyata bagaimana seni dapat berkontribusi dalam menyuarakan isu penting, khususnya penghijauan dan keberlanjutan.
Lebih dari Sekadar Film
Dalam sambutannya, Zafira, Festival Director IMAC 2025, menekankan visi besar di balik acara ini.
“IMAC bukan sekadar festival film, melainkan panggung untuk menyatukan perspektif dan aksi nyata. Kami ingin menunjukkan bahwa seni visual dapat menjadi alat yang ampuh untuk mendorong kesadaran sosial, khususnya terhadap isu lingkungan,” ujar Zafira penuh antusiasme.
Hari pertama IMAC 2025 menyuguhkan rangkaian film pendek yang menyentuh hati dan memancing diskusi mendalam. Beberapa karya yang ditampilkan meliputi:
- Laut Masih Memakan Daratan (Fiksi) – Kisah tentang perjuangan melawan dampak abrasi.
- Ojek Lusi (Dokumenter) – Menelusuri kehidupan para ojek lumpur Sidoarjo.
- Unbalanced Corner, Unfinished Book (Fiksi) – Mengangkat tema identitas dan kehilangan.
- Mother of The Sea (Dokumenter) – Ode kepada perempuan-perempuan penjaga laut.
- Kala Rau: When the Sun Got Eaten (Fiksi) – Cerita penuh simbolisme tentang mitos dan krisis.
Setiap karya memberikan pengalaman sinematik yang menggugah, sekaligus menyampaikan pesan penting tentang isu lingkungan, budaya, dan identitas.
Diskusi yang Menginspirasi
Diskusi setelah pemutaran film dipandu oleh sineas ternama Yosep Anggi Noen. Dalam sesi ini, Yosep membagikan wawasan tentang peran film sebagai alat komunikasi sosial yang kuat.
“Film tidak hanya hiburan; ia adalah cermin dari kegelisahan sosial dan lingkungan. Dengan riset yang mendalam, film pendek bisa menjadi alat advokasi yang sangat efektif,” ungkapnya.
Yosep juga berbagi kiat-kiat kreatif, mendorong para peserta untuk lebih berani menyuarakan isu penting melalui karya mereka.
Lebih dari Sekadar Festival
IMAC 2025 juga memperkenalkan berbagai inisiatif menarik, seperti IMAC Film Camp, kompetisi film pendek, dan roadshow ke berbagai kota di Indonesia. Dengan misi menginspirasi generasi muda, khususnya pelajar dan mahasiswa, IMAC ingin menanamkan kesadaran akan pentingnya seni sebagai medium perubahan.
Melalui program-programnya, IMAC 2025 berhasil menciptakan ekosistem yang menggabungkan seni, kreativitas, dan aksi nyata demi masa depan yang lebih hijau dan berkelanjutan. Festival ini membuktikan bahwa kekuatan film pendek tidak hanya ada pada durasi singkatnya, tetapi juga pada dampak panjang yang dapat ditinggalkan. (ed)