Jakarta | VoA – Pasukan Israel membunuh pemimpin Hamas Yahya Sinwar dalam pertempuran pada hari Rabu dalam baku tembak mendadak di Rafah.
Berita itu menimbulkan beberapa harapan di antara para komentator Barat bahwa pembunuhan itu mungkin menjadi pembukaan untuk mengakhiri perang yang sedang berlangsung di Gaza atau bahkan untuk konflik Israel-Palestina yang lebih luas.
Seorang analis mengatakan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu akan terus mencari dalih lain untuk tetap membiarkan negaranya berperang demi keuntungan pribadi dan untuk memajukan impian ekspansionis Israel untuk mengusir orang Palestina dan mempertahankan pendudukan tanpa batas waktu atas tanah mereka.
Netanyahu telah lama takut kehilangan kekuasaan sebab Pada tahun 2019, dia didakwa dalam tiga kasus terpisah yaitu penipuan, penyuapan, dan pelanggaran kepercayaan. Jika terbukti bersalah, dia berisiko menghabiskan waktu hingga 10 tahun di penjara.
Menurut tuduhan, Netanyahu menawarkan bantuan dan hadiah kepada media sebagai imbalan atas pers yang positif.
Sementara itu, jaksa Pengadilan Kriminal Internasional Karim Khan telah meminta surat perintah penangkapan untuk Netanyahu dan Menteri Pertahanannya Yoav Gallant atas kekejaman yang telah mereka awasi di Gaza.
Perang Israel melawan warga sipil Gaza dimulai sebagai tanggapan nyata terhadap serangan yang dipimpin Hamas di Israel selatan pada 7 Oktober 2023, di mana 1.139 orang tewas di Israel dan sekitar 250 ditawan.
Pada tanggal 31 Juli, Netanyahu bahkan memerintahkan pasukan keamanannya untuk membunuh kepala politik Hamas dan negosiator utama untuk gencatan senjata – Ismael Haniyeh selama kunjungannya ke Iran, di mana dia menghadiri pelantikan Presiden Masoud Pezeshkian. (die)