Surabaya | VoA – Tindakan polisi menangkap sembilan orang petani karena dituduh mengancam para pekerja proyek pembangunan bandar udara VVIP Ibu Kota Nusantara (IKN) di Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, menuai kecaman.
Aparat kepolisian didesak membebaskan sembilan petani sawit di Kelurahan Pantai Lango, Kecamatan Penajam, Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur (Kaltim), yang ditangkap pada Sabtu, 24 Februari 2024, pukul 20.19 Wita.
Kelompok Tani Saloloang itu ditangkap oleh kepolisian setempat. Mereka dituduh melakukan pengancaman terhadap pekerja proyek pembangunan bandara udara
Sembilan petani Saloloang ditangkap di tengah diskusi penggusuran lahan Bandara VVIP Ibu Kota Nusantara (IKN). Tindakan kepolisian dinilai melanggar hak asasi manusia (HAM).
Seharusnya, penghitungan ganti untung sawit milik sembilan petani ini berlangsung pada Minggu 25 Februari 2024. Bandara itu dibangun di satu kawasan di Kelurahan Pantai Lango, Kelurahan Gersik, dan Kelurahan Jenebora di Kecamatan Penajam, Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU), Kaltim.
Keluarga para petani mengeklaim mereka ditangkap semena-mena dan tanpa surat penangkapan. Mereka juga mengatakan sembilan orang itu hanya menuntut haknya atas lahan mereka yang disebutnya “diambil” untuk kebutuhan proyek bandara baru.
Kesembilannya merupakan Kelompok Tani Saloloang di Pantai Lango. Mereka adalah Anton Lewi, Kamaruddin, Ramli, Rommi Rante, Piter, Sufyanhadi, Muhammad Hamka, Daut dan Abdul Sahdan. Tanaman mereka mesti digusur imbas pembangunan Bandara Very Very Important Person (VVIP) Ibu Kota Nusantara. Namun belum lagi selesai ganti untung, aktivitas megaproyek sudah berjalan.
Pegiat lingkungan mengecam tindakan aparat yang disebut sebagai “tindakan sistematis”.
Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) mencatat, sepanjang tahun 2022, ada 32 kasus konflik agraria di sejumlah daerah di Indonesia. Sebelas kasus di antaranya terkait proyek strategis nasional (PSN).
Menurut KPA, insiden penangkapan sembilan petani di Kaltim seolah menempatkan masyarakat sebagai melakukan tindakan ilegal yang membahayakan proyek IKN.
Bagaimana kronologi kejadian menurut kelompok tani?
Menurut pihak keluarga, pada Sabtu (24/02) pukul 20:19 WITA, sembilan petani dari Kelompok Tani Saloloang yang ada di Kelurahan Pantai Lango Penajam, tengah melakukan koordinasi tentang adanya dugaan aktivitas penggusuran lahan pihak pelaksana proyek Bandara VVIP IKN.
Diskusi yang dilakukan pihak kelompok tani tersebut dilakukan sambil makan di salah satu toko milik warga.
Kemudian, datanglah iring-iringan tujuh kendaraan Polda Kaltim dan mereka mengamankan para petani tersebut.
Agustina, yang ditunjuk sebagai juru bicara dari pihak keluarga, mengatakan kepada Voa.co.id bahwa sembilan anggota kelompok tani itu “ditangkap seperti penjahat narkoba”.
Keterangan polisi menyebutkan sembilan orang petani itu ditangkap karena mengancam para pekerja proyek dengan menggunakan senjata tajam.
Mereka juga dianggap menghalangi proyek pembangunan Bandara VVIP IKN.
Secara terpisah, Peradi Balikpapan sebagai anggota Koalisi Tanah Untuk Rakyat menegaskan akan mendampingi sembilan orang petani itu.
“Kami segera menengok warga di tahanan Polda,” kata Ketua Peradi Balikpapan Ardiansyah kepada wartawan A Rahma yang melaporkan dilansir dari BBC News Indonesia.
Ardiansyah menegaskan bahwa peristiwa penangkapan tersebut adalah kriminalisasi pada warga yang sedang mempertahankan hak-haknya.
“Warga tidak menentang pembangunan, namun mereka juga punya hak atas lahan. Bahkan warga sudah mengusahakan lahan berpuluh tahun sebelum ada rencana IKN,” ujarnya.
Menurut Ardiansyah, para pihak berencana bertemu pada Senin (26/02) untuk melakukan perhitungan uang ganti atas tanam tumbuh di lahan yang disengketakan di Pantai Lango.
Bagaimana kronologi versi polisi?
Kapolres Penajam Paser Utara (PPU) AKBP Supriyanto pada Senin (26/02) membenarkan penangkapan sembilan orang petani itu.
Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Kalimantan Timur (Kaltim) dalam rilisnya yang diterima Voa.co.id mereka ditangkap karena diduga terlibat kasus pengancaman terhadap pekerja proyek pembangunan Bandara VVIP IKN pada Sabtu (24/02).
Menurut Polda Kaltim, pengancaman berawal pada Jumat (23/02) ketika sekelompok orang mendatangi operator alat berat yang tengah bekerja.
Orang-orang ini, kata polisi, “mengancam dan meminta untuk menghentikan pekerjaan pembangunan bandara VVIP IKN” sehingga para pekerja memberhentikan operasi.
Pengawas lapangan proyek Bandara VVIP pun membuat laporan resmi ke Polres PPU pada hari Sabtu (24/02) sekitar 08.30 WITA. Kelompok yang sama disebut kembali datang membawa senjata tajam jenis mandau sehingga para operator menghentikan pekerjaan.
Kabid Humas Polda Kaltim Artanto menjelaskan, Polres PPU kemudian meminta bantuan dari Polda Kaltim yang berujung kepada penangkapan dan penahanan sembilan pelaku pengancaman.
Artanto menambahkan polisi mengenakan pasal 335 ayat (1) KUHP dan atau pasal 2 ayat 1 UU Darurat RI no. 12 Tahun 1951 ihwal ancaman disertai dengan penggunaan senjata tajam.
Apa kata pemerintah?
Menurut Pj Bupati Penajam Paser Utara, Makmur Marbun, sebenarnya ada 676 warga terdampak dari pembangunan bandara VVIP itu.
Mereka tersebar di lima kelurahan yakni Kelurahan Gersik, Maridan, Pantai Lango, Jenopora dan Riko.
“Dari 676 warga itu ada sekitar 22 orang warga mengatasnamakan Kelompok Tani Saloloang, mereka tuntut ganti rugi lahan, saya bilang enggak ada dasar hukum ganti rugi lahan, yang bisa diganti hanya tanam tumbuh, kami sudah sosialisasi semua,” ungkap Makmur saat dihubungi wartawan Lamanele di Samarinda untuk BBC News Indonesia, Senin (26/02).
Makmur bilang alasan pihaknya tidak memberi ganti rugi tanah yang dikuasai masyarakat saat ini karena lahan itu berstatus HGU.
Makmur merinci ada lahan seluas 4.162 hektar di sekitar IKN yang saat ini diambil alih oleh negara, karena sebelumnya berstatus HGU. Lahan itu kini dikelola oleh bank tanah sesuai perintah PP 64/2021.
Dari luasan lahan pengelolaan bank tanah itu, ada 290 hektar yang dipakai untuk pembangunan bandara VVIP dan 1.883 hektar yang dipersiapkan untuk relokasi warga yang terdampak itu termasuk 22 warga dari kelompok tani Saloloang.
“Ternyata kemarin di lokasi mereka ini yang 22 orang datang ke lokasi menghalangi pekerjaan di situ bawa sajam. Dengan dasar, mereka belum terima ganti rugi dan tanam tumbuh,” terang dia.
Makmur mengakui pemberian pergantian tanam tumbuh memang belum dilakukan.
Menurutnya, karena hari itu baru diumumkan untuk penerima tahap pertama ada 19 orang, maka dilanjutkan tahap kedua dan seterusnya.(okik)