Bandung | VoA – Ketegangan memuncak di Kota Baru Parahyangan, Bandung Barat, ketika Pengadilan Negeri (PN) Kelas 1A Khusus Bandung, Jawa Barat, gagal untuk kedua kalinya melaksanakan konstatering, Senin (06/05/2024) kemarin.
Ahli waris yang telah lama menanti keadilan merasa terpukul dan Kekecewaan terpancar dari wajah ahli waris yang telah lama menanti keadilan. Pasalnya, proses hukum yang seharusnya menjadi jalan untuk mendapatkan keadilan justru kembali terbentur hambatan.
Moch Hari Besar, kuasa hukum dari pihak ahli waris, mengecam kegagalan PN Bandung untuk bertindak tegas terhadap pihak pengembang, PT. Belaputra Intiland.
Saat upaya pelaksanaan konstatering, Juru Sita PN Bandung, Aep Yaman, sempat mengatakan bahwa jika terdapat hambatan dalam pelaksanaan konstatering, pihak pengadilan akan mengambil langkah pidana terhadap pihak pengembang yang menghalangi proses tersebut.
“Juru sita PN Bandung telah menegaskan bahwa jika ada hambatan, PN Bandung akan melaporkan pidana terhadap pihak pengembang. Oleh karena itu, kami mendesak PN Bandung untuk segera mengambil tindakan hukum terhadap mereka yang menghalangi proses konstatering,” tegas Moch Hari Besar.
Untuk diketahui, sengketa lahan ini telah berlangsung sejak tahun 1974, dengan berbagai peristiwa, termasuk sita lahan pada 1978-1979 dan penerbitan Surat Hak Guna Bangunan (SHGB) nomor 16 oleh PT. Belaputra Intiland pada tahun 1997. Pertanyaan pun muncul terkait keabsahan SHGB tersebut mengingat sejarah sengketa yang panjang. (ed)