Depok | VoA – Kasus hukum yang menimpa Asep Soemantri dan Acep Saefulloh, terkait Pasal 170 ayat 1 KUHP, di Pengadilan Negeri (PN) Depok semakin memanas setelah keputusan hukuman dua bulan 15 hari penjara terhadap kedua terdakwa menuai kritik keras.
Oktovianus Buce Hungan, Ketua Laskar Merah Putih Indonesia Depok, tidak terima dengan keputusan tersebut dan berencana melaporkan pihak kejaksaan dan majelis hakim yang kepada Kejaksaan Agung demi mendapatkan keadilan.
Buce menyatakan ketidakpuasannya pada keputusan majelis hakim yang dirasa tidak adil, terlebih bagi korban, Suherman Bahar, seorang petinggi di organisasinya.
“Korban kami adalah sosok yang sangat penting, dan kami akan memperjuangkan keadilan untuknya. Putusan ini sangat mengecewakan,” ujar Buce, Kamis (5/9/2024).
Bagi Buce dan pihaknya, proses hukum yang berjalan penuh dengan kejanggalan. Fakta yang tidak terbukti di tahap penyidikan, justru muncul di persidangan. Lebih buruk lagi, Jaksa Penuntut Umum (JPU) hanya menuntut hukuman ringan selama lima bulan, yang kemudian diikuti oleh putusan hakim yang lebih ringan lagi.
Buce Hungan menduga adanya penyalahgunaan wewenang. Ia juga menyatakan akan terus menuntut keadilan dan memperjuangkan hak-hak korban, meski kasus ini terkesan diabaikan oleh pihak berwenang.
Sementara itu, Korban, Suherman Bahar, juga angkat bicara. Ia mempertanyakan kenapa pelaku hanya mendapatkan status tahanan kota selama proses hukum, padahal tindak kekerasan yang dilakukan terhadap barang miliknya, yaitu mobil Toyota Crown, cukup serius.
“Bagaimana mungkin tahanan kota bisa memicu keributan hingga saya akhirnya dilaporkan oleh pelaku dengan Pasal 351 tentang penganiayaan berat?” ujarnya penuh heran.
Lebih lanjut, Suherman menegaskan adanya ketidakcocokan antara Berita Acara Pemeriksaan (BAP) di Polres Depok dan fakta persidangan. Di BAP, mobil miliknya disebut dipukul dengan balok dan ditendang, namun Jaksa hanya memperlihatkan goresan di persidangan.
“Kalau mobil saya hanya tergores, mana mungkin bisa penyok. Apalagi mobil saya keras,” tambahnya.
Suherman juga merasa bahwa JPU kurang kooperatif dan tidak memberikan perhatian yang memadai kepadanya sebagai korban. Hingga saat ini, ia bahkan tidak tahu keberadaan para pelaku karena kurangnya informasi dari kejaksaan.
“Saya hanya ingin keadilan ditegakkan, dan agar jaksa serta hakim menjalankan tugas sesuai dengan hukum yang berlaku,” tegas Suherman.
Hingga berita ini diturunkan, Jaksa Penuntut Umum belum memberikan tanggapan terkait putusan tersebut meskipun telah dihubungi melalui aplikasi pesan. (ed)