Depok | VoA – H. Ida Farida, seorang warga Sawangan, telah memperjuangkan hak kepemilikan lahannya selama 24 tahun, namun hingga kini, titik terang atas permasalahan tersebut belum juga ditemukan. Ida merasa dirinya telah diperlakukan tidak adil oleh pihak pengadilan yang seolah mengabaikan bukti-bukti kuat yang ia miliki.
Menurut Ida, lahan seluas 9,3 hektare yang terletak di Jalan Abdul Wahab RT 4 RW 8, Kelurahan Kedaung, Kecamatan Sawangan tersebut ia peroleh melalui proses pembebasan pada tahun 1965-1966.
Dan tahun 2013 dirinya mengajukan sertifikat atas nama Bumi Kedaung Lestari (BKL) yang kemudian pada tahun 2014 berubah status menjadi PT BKL.
Ida pun sudah melaksanakan berbagai kewajibannya di lapangan, termasuk memenuhi perizinan, membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), serta mengurus Surat Pelepasan Hak (SPH).
Meskipun telah memenuhi semua persyaratan tersebut, pada tahun 2017 muncul klaim baru dari PT Haikal Cipta Abadi Perkasa (HCAP) yang tiba-tiba mengklaim sertifikat lahan tersebut.
Dalam proses hukum yang berlarut-larut, Ida memenangkan gugatan terhadap PT Haikal di beberapa tingkatan termasuk putusan dari Pengadilan Negeri (PN), Pengadilan Tinggi (PT), dan Mahkamah Agung (MA), telah memenangkan haknya, bahkan surat eksekusi telah diterbitkan pada tahun 2005.
Namun eksekusi lahan yang telah ia menangkan tidak pernah dilakukan oleh Pengadilan Negeri Depok. Padahal, pengadilan telah menerbitkan penetapan eksekusi serta aanmaning sebanyak dua kali, tetapi tidak ada tindakan lebih lanjut dari pihak pengadilan.
Yang semakin memperkeruh situasi, PT Haikal memenangkan gugatan terhadap Ida dengan menggunakan sertifikat yang telah dibatalkan oleh Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
Ida merasa bahwa ada ketidakadilan dalam proses pengadilan tersebut, terutama dalam perkara nomor 284 yang dimenangkan oleh PT Haikal. Sementara itu, perkara Ida dengan nomor 271 telah mencapai tahap eksekusi, namun tidak pernah dilaksanakan oleh Pengadilan Negeri Depok.
“Sertifikat yang sudah dimatikan oleh pengadilan TUN itu dijadikan dasar gugatan, dan PT Haikal dimenangkan oleh pengadilan. Saya merasa keadilan belum ditegakkan karena putusan itu tidak berdasarkan fakta yang sah,” ungkap H. Ida, Kamis (03/10/2024)
Selain itu, Ida menemukan adanya dugaan pemalsuan nama kepemilikan PT Haikal Cipta Abadi Perkasa tersebut ternyata bukan atas nama Supari, melainkan milik Yan Sudrajat. Berkas kepemilikan tersebut dipinjam dan kemudian diubah namanya melalui seorang notaris, Budi Harto.
“Saya mengajukan Peninjauan Kembali (PK) atas keputusan yang memenangkan PT Haikal, namun tidak pernah bisa masuk karena ternyata bukan punya Supari tapi punya Yan Sudrajat yang saat ini permasalahan tersebut sedang ber proses di Mabes Polri,” ujar H. Ida.
Sebagai warga kecil, Ida merasa haknya diabaikan dan tidak mendapatkan keadilan yang seharusnya. Ia mempertanyakan mengapa eksekusi terhadap dirinya tidak pernah dilaksanakan, sementara eksekusi atas nama pihak lain dengan cepat dikabulkan oleh Pengadilan Negeri Depok.
“Setelah PT Haikal di alihkan ke oknum dari Partai Demokrat Komisi 3, oknum tersebut mengajukan eksekusi tiba-tiba dikabulkan oleh pengadilan negeri Depok dan eksekusi awal saya tidak dilaksanakan. Kenapa eksekusi dua dikabulkan, saya minta keadilan dari Pengadilan Negeri Depok sampai sekarang ini atas nama oknum tersebut semuanya dikabulkan, atas nama saya sebagai orang masyarakat bawah kecil itu tidak pernah ada kepastian hukum,” tandasnya.
Ida berharap agar pengadilan segera memberikan keadilan yang selama ini ia perjuangkan, terutama terkait lahan yang ia kuasai secara fisik dan legal.
“Saya minta keadilan dari Pengadilan Negeri Depok. Kenapa eksekusi untuk saya tidak dijalankan, tapi eksekusi untuk PT Haikal dikabulkan? Padahal saya punya semua bukti sah, termasuk sertifikat, izin, dan pembayaran pajak,” tambah H. Ida dengan nada penuh harap.
Kasus ini semakin menarik perhatian publik karena melibatkan laporan terhadap oknum yang tidak disebutkan namanya, namun diduga terkait dengan salah satu partai politik besar. Oknum tersebut diketahui mengajukan eksekusi yang dikabulkan oleh pengadilan, sementara eksekusi atas hak Ida tetap terabaikan.
Hingga kini, Ida Farida masih berjuang mencari keadilan atas lahan yang ia kuasai dan berharap agar Pengadilan Negeri Depok segera memberikan kejelasan hukum atas haknya. (ed)