Jakarta – Mantan Direktur Utama PT Garuda Indonesia, Emirsyah Satar, kini menghadapi tuduhan serius terkait dugaan korupsi yang terkait dengan pengadaan pesawat CRJ-1000 dan ATR 72-600. Dalam kasus ini, diperkirakan kerugian negara mencapai USD 609 juta atau sekitar Rp 9,37 triliun jika dirupiahkan.
Menurut jaksa yang membacakan dakwaan di PN Tipikor Jakarta pada Senin, 18 September 2023, Emirsyah Satar didakwa melakukan tindakan korupsi dengan maksud memperkaya diri sendiri, orang lain, atau perusahaan, yang mencakup memperkaya dirinya sendiri, Agus Wahjudo Hadinoto Soedigno, Soetikno Soedarjo, serta perusahaan seperti Bombardier, ATR, EDC/Alberta SAS, dan Nordic Aviation Capital Pte, Ltd (NAC). Tindakan ini dianggap merugikan keuangan negara dan perekonomian negara, terutama PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk, dengan total kerugian mencapai USD 609.814.504.
Jaksa juga menegaskan bahwa tindakan korupsi terkait pengadaan pesawat oleh PT Garuda Indonesia melibatkan beberapa individu, termasuk Setijo Awibowo, yang menjabat sebagai Vice President Strategic Management Office PT Garuda Indonesia pada periode 2011-2012, dan anggota tim perseroan dalam pengadaan armada pesawat Sub-100 seater PT Garuda Indonesia tahun 2011 serta anggota tim pengadaan pesawat turboprop tahun 2012 pada PT Citilink Indonesia. Selain itu, Agus Wahjudo, yang menjabat sebagai Executive Project Manager Aircraft Delivery PT GA sejak tahun 2009 hingga 2014, juga terlibat dalam tindakan tersebut, termasuk dalam pengadaan armada pesawat sub-100 seater PT Garuda Indonesia pada tahun 2011 dan tim pengadaan pesawat turboprop pada PT. Citilink Indonesia tahun 2012.
Selain mereka, individu lain seperti Albert Burhan, yang pernah menjabat sebagai Vice President Treasury Management PT Garuda Indonesia dari tahun 2005 hingga Juli 2012, Direktur Keuangan Citilink dari Agustus 2012 hingga 2015, dan Direktur Utama Citilink pada tahun 2015-2016, juga didakwa terlibat dalam pengadaan pesawat. Hadinoto Soedigno, yang menjabat sebagai Direktur Teknik & Pengelolaan Armada PT Garuda Indonesia dari tahun 2007 hingga 2012, serta Soetikno Soedarjo, pemilik PT Mugi Rekso Abadi (PT MRA), PT Ardyaparamita Ayuprakarsa (PT AA), dan Hollingworth Management International (MRI), juga dituduh terlibat sebagai pihak perantara yang mewakili kepentingan Avions de Transport Regional (ATR) dan Bombardier.
Jaksa mengungkapkan bahwa tindakan Emirsyah Satar bersama rekan-rekannya dalam pengadaan pesawat CRJ-1000 dan ATR-600 di PT GA dilakukan secara melawan hukum, yang berujung pada pemberian keuntungan kepada pihak-pihak terkait.
Berikut adalah rincian aliran uang kepada berbagai pihak terkait pengadaan pesawat PT Garuda Indonesia:
- Emirsyah Satar menerima sejumlah USD 200.000 (USD 200 ribu) dan SGD 1.181.763,00 (SGD 1,181 juta).
- Agus Wahjudo menerima sejumlah USD 1.222.315,00 (USD 1,222 juta).
- Soetikno Soedarjo menerima sejumlah USD 1.666.667,46 (USD 1,666 juta) dan EUR 4.344.363 (Euro 4,344 juta).
- Hadinoto Soedigno menerima sejumlah USD 2.302.974,00 (USD 2,302 juta) dan Euro 477.560,00 (Euro 477 ribu).
- Perusahaan Bombardier menerima sejumlah USD 33.916.003,80 (USD 33,916 juta).
- Perusahaan ATR menerima sejumlah USD 6.214.300 (terdiri atas USD 3.089.300 dari Garuda dan USD 3.125.000 dari Citilink).
- Perusahaan EDC/Alberta SAS menerima sejumlah USD 105.175.161,00 (USD 105 juta).
- Perusahaan Nordic Aviation Capital Pte, Ltd (NAC) menerima sejumlah USD 575.888.525 (USD 575 juta).
Jaksa yakin bahwa Emirsyah Satar telah melanggar Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 Jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUH Pidana. Kasus ini merupakan salah satu contoh serius dari penyalahgunaan kepercayaan dan tindakan korupsi yang merugikan negara serta perusahaan yang terlibat.
Reporter: Ahmad
Editor: Rudi