Jakarta | VOA – Sebanyak 31 warga lima desa di Kec. Palabuhanratu, Kab. Sukabumi, Jawa Barat, mendatangi Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) di Jakarta, Selasa (13/1). Mereka meminta Komnas HAM membantu mengungkap kasus kematian kontroversial seorang tetangganya, Ujib Toyib, medio tahun lalu.
Dalam berkas pengaduan dua halaman, mereka yang diterima dua anggota Komnas HAM, Soegiri, SH dan Moch. Salim, SH memohon komisi itu untuk meninjau langsung proses hukum atas pemeriksaan kasus kematian Ujib Toyib di Polres Sukabumi. Mereka juga meminta Komnas membuat rekomendasi bagi Polres Sukabumi agar memperhatikan kasus ini.
Selain itu, warga juga meminta bantuan Komnas dalam upayanya untuk mendapatkan salinan hasil visum terhadap mayat Ujib.
“Kami minta bantuan Komnas HAM untuk membuat surat rekomendasi untuk RS PMI Bogor up. dokter Yuli Budiningsih serta Polres Sukabumi agar kami bisa mendapat salinan visum,” ungkap kuasa hukum warga, Hotma Timbul Hutapea, SH.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, Ujib Toyib, seorang guru di Kampung Cipicung Desa Citarik Kec. Palabuhanratu Kab. Sukabumi, ditemukan sudah menjadi mayat pada Senin 2 Juni 1997 sekitar pukul 17.00 WIB, setelah sebelumnya dikabarkan menghilang sewaktu menjadi anggota KPPS Pemilu.
Menurut salah seorang tetangganya, Syarif yang dibenarkan istri korban, Ida Nurhamidah (29), kejadian itu sebenarnya sudah dilaporkan kepada pihak kepolisian. Bahkan telah terdapat tersangka pembunuhnya, AD.
Namun, katanya, tindakan warga itu tidak mendapat tanggapan positif dari kepolisian. Terhadap tersangka AD tidak dilakukan proses hukum. Malahan kepolisian menyatakan kematian Ujib bukan dibunuh tetapi bunuh diri.
Dijelaskan Syarif, saat ditemukan di kawasan Gunung Panggang, kondisi mayat Ujib, lehernya sudah terjerat kain dan bagian-bagian tubuhnya dipenuhi luka. “Sebelumnya Ujib juga sempat mendapat ancaman dari seorang orangtua wali muridnya. Sehingga, dugaan paling kuat, Ujib ini dibunuh, bukan bunuh diri,” tambahnya.
Hal itu diperkuat temuan Tim Pencari Fakta (TPF) LBH Jakarta yang bekerja sejak akhir Agustus 1997. Tim itu mendapatkan hasil, hampir tidak ada satu pun bukti dan fakta — dari kondisi fisik mayat dan bukti di sekitar lokasi — yang menunjukkan bahwa Ujib Toyib meninggal karena bunuh diri.
Tak ada wewenang.
Menanggapi pengaduan 34 warga tsb., seorang anggota Komnas HAM, Soegiri, SH menuturkan, Komnas sama sekali tidak memiliki wewenang untuk memberi rekomendasi agar dokter yang melakukan visum terhadap mayat Ujib menyerahkan hasil visum asli atau salinan kepada pihak keluarga korban — dalam hal ini kuasa hukumnya di LBH Jakarta.
“Apa ini boleh? Kami belum melihat peraturannya. Hanya memang kami tentunya akan terus mencari tahu, untuk membantu mengungkap kasusnya lebih jauh. Namun, tata caranya harus sesuai dengan wewenang Komnas HAM,” katanya.
Soegiri mengakui, upaya serupa sempat dilancarkannya sewaktu diminta menanggapi “Peristiwa 27 Juli”. Komnas HAM meminta hasil visum. Namun, saat itu Komisi tidak bisa memperoleh, hanya mendapatkan intinya, jelas Soegiri. Meskipun demikian, Komnas HAM berjanji akan mempelajari pengaduan kasus Ujib ini dan menindaklanjutinya.
Sewaktu ditanyakan, apakah anggota Komnas HAM akan turun ke lapangan, Soegiri menyebutkan, hal tsb. sangat tergantung dari hasil setelah mempelajari masalahnya. “Kalau memang dibutuhkan, itu bisa saja,” ungkapnya.
Sebaliknya, kuasa hukum warga, Hotma Timbul, SH sewaktu dihubungi wartawan menilai, ketidakbisaan Komnas HAM untuk memberi rekomendasi agar hasil visum bisa diperoleh pihak keluarga korban atau LBH Jakarta, merupakan hal yang mengherankan.
Ke-34 warga Pelabuhan Ratu yang mendatangi Komnas HAM kemarin tiba sekitar pukul 11.00 WIB menggunakan tiga buah mobil. Mereka mengaku berasal dari lima desa, yaitu Desa Citarik, Tonjong, Cibodas, Palabuhanratu, dan Cikadu. (rendi)