Paser Utara | VoA – Jaringan Pendamping Kebijakan Pembangunan (JPKP) meminta Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo membatalkan status sembilan tersangka Petani Sawit” Kelompok Tani Saloloang, di Kabupaten Penajam Paser Utara, Kaltim.
JPKP memandang, tidak ada niatan dari warga itu mengancam aparat, apalagi menghalangi pembangunan Proyek Bandara VVIP di Ibu Kota Nusantara (IKN).
Tidak pernah ada sedikitpun kemauan dari masyarakat menggunakan parang dan mandau untuk mengancam kapolsek, bupati, tim terpadu maupun kontraktor. Sejatinya parang dan mandau itu murni mereka gunakan untuk bertani, termasuk di hari itu untuk membuka jalur jalan bagi kemudahan tim di saat verifikasi tanam tumbuh,” kata Ketua Umum JPKP Maret Samuel Sueken kepada via.co.id melalui pesan whatsapp Rabu (20/3/2024).
Menurut Maret Samuel, pemberitaan media massa yang menyebut sembilan petani itu ditangkap karena mengancam dan hendak menghalangi Pembangunan Proyek Bandara VVIP IKN dengan menggunakan senjata tajam, sama sekali tidak benar.
“Yang benar terjadi adalah” adanya aktivitas penggusuran lahan warga, padahal belum dilakukan verifikasi dan identifikasi tanam tumbuh yang seharusnya dilakukan terlebih dahulu. Jadi kalimat mengancam dan menghalangi proyek sangatlah tidak benar. Maka dengan adanya aktifvitas itu, warga menghalangi supaya dapat dilakukan terlebih dahulu verifikasi serta identifikasi tanam tumbuh,” terang Maret Samuel.
Seperti diberitakan beberapa pekan silam, pada Sabtu (24/2/2024), polisi telah menangkap sembilan orang petani sawit dari Kelompok Tani Saloloang karena dituduh telah mengancam para pekerja proyek pembangunan bandar udara VVIP Ibu Kota Nusantara (IKN) di Penajam Paser Utara, Kaltim.
Pada awal bulan Maret lalu, Polda Kaltim telah menangguhkan penahanan terhadap mereka. Namun kendati tidak ditahan kesembilan warga ini masih berstatus sebagai tersangka.
* Lahan Turun Temurun dan Nama Fiktif
Maret Samuel juga menyebut, Kelompok Tani Saloloang tidak pernah setuju dengan keinginan dari Pj Bupati Penajam Paser Utara untuk menerima relokasi yang hanya berpedoman dengan PerPres No 62 Tahun 2018 dan PerPres No. 78 Tahun 2023 karena lahan mereka bukan Tanah Terlantar.
Mereka pemilik lahan turun temurun puluhan tahun sebelum ada TKA, sebelum ada HGU sehingga pendekatan payung hukumnya berdasarkan Undang-Undang Reforma Agraria yang tepat adalah PerPres No. 86 tahun 2018 dan Peraturan Pemerintah No 19 Tahun 2021 Tentang Penyelenggaraan Pengadaan tanah bagi Pembangunan untuk kepentingan umum,” kata’ Maret Samuel.
Persoalan menjadi lebih rumit ” ungkap, Maret Samuel, tatkala muncul nama-nama fiktif di atas Peta Bidang lahan milik Kelompok Tani Saloloang, sedangkan nama petaninya sendiri dihilangkan. Dari awal bergulirnya isu pembangunan Bandara VVIP IKN, Kelompok Tani Saloloang tidak pernah diundang dalam sosialisasi.”Kecuali yang terakhir kali dikumpulkan oleh Bupati bersama ratusan orang korban terdampak. Saat itu warga berkesempatan menyuarakan apa yang dialaminya tetapi tidak juga dihiraukan,” jelas, Maret Samuel.
Dirinya menyebut, nama-nama fiktif yang di plot di atas lahan warga itu sebagian ada yang sudah membuat pernyataan jika memang mereka sendiri tidak pernah merasa memiliki, membeli atau berkebun di lahan tersebut, bahkan mereka tidak tau dimana tempat akan di bangun Bandara VVIP dimaksud.
“Mereka para sembilan warga ini tak ingin Pemerintah membayar sesuatu kepada orang-orang yang salah, membayar pada nama-nama fiktif yang sebenarnya orang yang tidak punya hak. Kekeliruan ini justru membuat kami berusaha menjaga supaya aparat negara tidak terperangkap dan melanggar hukum dengan memperkaya orang lain menggunakan uang Negara untuk kepentingannya.”Karena itu JPKP mendesak aparat terkait untuk mengusut siapa di balik kekisruhan ini.
“Saya kira aparat harus dan bisa meluruskan kekacauan ini. Siapa dalang di balik kekacauan ini dan mengungkapnya” pungkas Maret Samuel. (okik).